Jakarta, sinarindonesia.id– Revisi Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibahas Komisi III DPR RI, dipastikan tidak mengandung unsur politik. Bahkan, DPR RI berkomitmen agar pembahasan revisi UU tersebut terbuka ke publik.
“Saya pastikan bahwa pembahasan itu tak terburu-buru dan yang dikhawatirkan ada motif politik dan lain-lain saya pikir nggak ada,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dikutip dari laman parlementaria, Minggu (3 Desember 2023).
Dijelaskannya, saat ini publik menyoroti adanya dugaan untuk mempercepat pembahasan revisi UU MK tersebut. Salah satu materi yang akan diubah adalah terkait dengan perubahan syarat minimal usia hakim MK saat menjabat, yakni dari 55 menjadi 60 tahun, hingga evaluasi hakim.
“Pembahsan itu tidak digelar secara tertutup. Itu namanya konsinyering dan itu biasa dalam pembahasan UU. Kalau dibilang itu misterius atau rahasia, nggak ada. Itu memang agendanya yang sudah ditentukan dalam komisi teknis terkait. Ucapnya.
Dibeberkannya, hingga saat ini tidak ada pasal yang mengubah soal usia. Tetap 55 tahun dan pension 70 tahun.
“Sepengetahuannya tidak ada pasal yang mengubah soal umur. Setahu saya tetap 55, pensiun 70. Jadi nggak ada yang namanya politisasi, atau motif politik. Karena revisi UU MK sudah jalan agak lama, jadi nggak ada terburu-buru,” lanjutnya.
Diketahui, empat pokok perubahan dalam revisi UU MK yang akan dibahas bersama pemerintah. Ia menjelaskan pertimbangan pembahasan Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, sudah menjadi kesepakatan bersama.
“Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pimpinan DPR RI telah menugaskan Komisi III DPR RI untuk membahas RUU, yakni RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK,” pangkasnya.
Pada hakikatnya DPR RI ingin mengubah persyaratan batas usia minimal hakim hingga adanya evaluasi hakim konstitusi. (Red)
By: H@did