DPR Absen Sidang Pleno Uji Materiil Pasal Presiden dan Wapres Boleh Kampanye

Jakarta, sinarindonesia.id– Sidang pleno uji Materiil pasal yang mengatur presiden dan wakil presiden boleh berkampanye pada Pemilu, tidak dihadiri Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Padahal dalam agenda Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, digelar dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, KPU dan Bawaslu.

Dalam surat pemberitahuan yang dikirim ke MK, menjelaskan bahwa tim kuasa DPR tidak dapat hadir karena bersamaan dengan agenda rapat-rapat di DPR RI.

“Mohon kiranya dapat dijadwalkan kembali,” tulis surat yang ditandatangani olwh Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar.

Dari Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, terlihat pihak Presiden diwakili kuasa oleh Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri, KPU diwakili Komisioner sekaligus Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Mochammad Afifuddin, Bawaslu diwakili Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.

Sementara itu, advokat, Gugum Ridho Putra selaku pemohon hadir bersama kuasa hukumnya.

Dalam persidangan, Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa agenda persidangan hari ini adalah mendengar keterangan DPR, Presiden, Bawaslu dan KPU.

Kuasa presiden mendapat giliran pertama menyampaikan keterangan dalam persidangan. Disusul oleh perwakilan KPU, dan Bawaslu.

Diketahui, sidang pleno itu digelar karena Gugum mengajukan permohonan uji materiil terhadap sejumlah pada UU 7/2017, yakni Pasal 1 angka 35, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1) dan ayat (2), hingga Pasal 299 ayat (1).

Dengan gugatan ini, Gugum ingin pemilu benar-benar dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil setiap lima tahun sekali sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945.

Dia mengatakan UU Pemilu membolehkan Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Wali Kota untuk berkampanye. Kendati demikian, Gugum menilai UU Pemilu belum memperhitungkan sisi nepotisme dan penyalahgunaan jabatan dalam kampanye.

Sementara itu, kata Gugum, Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jelas melarang pejabat melakukan nepotisme.

Menurut Gugum, pejabat tidak boleh mengedepankan kepentingan keluarga dan ‘kroni’ di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. (Red)

By: @did

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *