Faktor Penyebab Pelecehan Seksual Hubungan Sedarah (INSES)

Ditulis Oleh : Rahmi Fitrinoviana Salsabila Dan Agnestika (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung)

Opini11377 Dilihat

Pelecehan seksual merupakan pendekatan-pendekatan terkait tindakan seksual yang tidak diinginkan, pelecehan seksual juga dapat ditemukan di segala tingkat kalangan mulai dari yang tidak mempunyai hubungan sedarah bahkan sampai yang mempunyai ikatan sedarah seperti ayah, kakak, adik, paman dan kakek (Inses).

Inses merupakan hubungan sedarah atau hubungan sumbang adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga yang dekat biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya atau antar sesama saudara kandung atau saudara sepihak.

Inses bukan hanya memperkosa korban, melainkan juga dapat berupa ajakan atau rayuan berhubungan seksual, sentuhan atau rabaan seksual, penunjukan alat kelamin memaksa melakukan masturbasi, mengambil atau menunjukan foto kepada orang lain tanpa busana.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (PPPA) di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung terkait data kasus inses sudah terjadi sebanyak empat kasus inses hingga bulan oktober 2023 dengan kenaikan kasus 30 % selama 3 tahun terakhir.

Semakin marak terjadinya pelecehan seksual inses menimbulkan banyak kekhawatiran di lingkungan masyarakat bahkan pemerintah terkait fenomena ini, peristiwa ini muncul dilatarbelakangi beberapa faktor utama terjadinya kasus inses di lingkungan keluarga.

Menarik kesimpulan dari hasil obesrvasi melalui wawancara dengan Kepala Dinas PPPA Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung faktor yang menyebabkan terjadinya pelecehan seksual Inses kerap terjadi karena ketidakstabilan ekonomi yang disebabkan oleh tidak adanya pekerjaan dan tidak ada aktifitas atau kegiatan pelakunya hanya dirumah, sehingga hanya ada pelaku dan korban (ayah dan anak), paman dan ponakan atau bahkan hanya ada kakek dan cucu serta kakak dan adik, maka dengan begitu dapat timbul hasrat seksual karena seks merupakan kebutuhan primer manusia.

Kasus pelecehan seksual inses multifactor terkait ekonomi yang rendah dikarenakan orang tuanya tidak bekerja kemudian ketidaktahuan orang tua yang tidak paham dan tidak berpendidikan serta menganggap hal tersebut adalah hal wajar. Beberapa modus inses yang muncul seperti contoh, anak yang jadi korban dalam hal ini tidak diberikan edukasi bahwa yang dilakukan ayahnya adalah salah diantara contohnya ada anak (korban) pertama kali dilecehkan oleh ayahnya bahkan sampai diperkosa, namun tidak diberitahukan kepada ibunya, hingga pada suatu waktu anak tersebut diperkosa sampai mengalami pendarahan hebat, sehingga harus dilarikan ke klinik terdekat yang menyebabkan ibunya tahu bahwa anaknya telah diperkosa oleh suaminya sendiri (ayah korban).

Saat sampai di klinik ayah dan ibu korban menyampaikan kepada Petugas Kesehatan bahwa anak mereka alat vitalnya telah terkena ranting kayu. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam kasus ini ibunya lebih menyayangi suaminya dibandingkan anaknya sendiri, karena ibunya menutupi kasus ini. Oleh karena terjadi pembiaran maka terjadilah pelecehan yang berkelanjutan terhadap anaknya yang lain, yang berlangsung sejak kelas enam Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Pertama(SMP), hal ini disebabkan ibunya tidak memberinya ketegasan terhadap pelaku (ayah korban) sehingga memperkosa adik korban (anak keduanya).

Peristiwa lain inses terjadi, ketika ayah (suami) sedang jauh dari istrinya, suami sangat sulit dihubungi hingga pada akhirnya istri (ibu) dari anak tersebut menghubungi suaminya melalui handphone anaknya dan mendapatkan respon yang sangat cepat oleh suaminya, dengan kondisi ini ibu (istri) memanfaatkan anaknya untuk mendapatkan kabar dari suaminya. Modus yang digunakan oleh ibu (istri) dengan cara menyuruh anaknya phone sex dengan ayahnya hingga ibu (istri) memaksa anaknya untuk mengirim foto bagian sensitive tubuhnya untuk dikirimkan pada ayahnya, yang mengakibatkan ayah (suami) berfikir bahwa anaknya senang ketika mendapatkan perlakuan tersebut. Dengan peristiwa ini telah menyebabkan anak (korban) dendam kepada ibunya, namun sangat disayangkan kasus ini tidak dilaporkan oleh korban karena korban tidak sanggup jika harus menanggung sanksi sosial.

Korban pelecehan seksual Inses tidak hanya dialami oleh anak dibawah umur bahkan ada pula korban yang sudah berumur dewasa yang telah diperkosa oleh ayahnya hingga hamil dan melahirkan. Kasus ini merupakan konsep sayang yang berbeda dari anak terhadap ayah dan ayah terhadap anaknya terkait sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh yang seharusnya sudah menjadi bagian edukasi kepada anak oleh ibunya terkait pentingnya mengetahui sex education.

Pada dasarnya anak yang berumur diatas lima tahun seharusnya sudah tidak boleh tidur dengan lawan jenis karena dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (diperkosa hingga melahirkan) karena setelah korban melahirkan anaknya, masalah tidak berhenti disitu saja melainkan timbul masalah di lingkungan sosialnya, korban sampai harus pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, namun korban tidak mendapatkan penerimaan yang baik oleh masyarakat di tempat tersebut.

Demi kenyamanan, keamanan dan ketenangan korban, korban harus dibawa kerumah aman setelah beberapa waktu dirumah aman korban memulai kehidupannya dengan bekerja di sektor-sektor ekonomi sehingga memiliki harapan hidup baru. Terkadang meskipun sudah dilakukan pendampingan, korban kembali timbul perasaan sayang yang berbeda sehingga menyebabkan korban berfikir ulang bagaimana caranya agar ayahnya (pelaku) tidak berakhir nasibnya dipenjara.

Kurangnya edukasi terhadap korban dapat menimbulkan presepsi yang berbeda bahkan menjerumuskan di masa depan, sebagai orang tua tidak salah jika memberikan edukasi terhadap anak terkait dengan pendidikan seksual.

Pelecehan seksual inses juga dapat disokong melalui faktor Pendidikan yaitu kurangnya pengetahuan orang tua terkait hal sepele seperti sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh yang sampai detik ini masih menjadi anggapan yang wajar bagi masyarakat jika anak di pegang, peluk cium bahkan tidur bersama ayah, paman atau kakeknya.

Penanganan kasus Inses dapat berupa pengobatan khusus yang didapatkan oleh anak pasca dirinya menjadi korban pelecehan seksual dengan diadakannya layanan assessment dengan psikolog yang tidak hanya dilakukan satu kali. Jika assessment pertama sudah selesai, maka akan berlanjut ketahap pemeriksaan kelengkapan berkas laporannya di Kejaksaan dan selanjutnya akan ada monitoring pasca peradilan atau putusan yang dilakukan oleh psikolog PPPA sebagai konselor didalam Unit Pelaksaan Teknis (UPT) dengan di dampingi tim profesi yang berasala dari psikolog yang ditunjuk.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka kasus terjadinya pelecehan seksual Inses dapat berupa sosialisasi menyeluruh yang dapat dilakukan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat dengan cara mensosialisasikan terkait sex education dan juga cara pergaulan yang benar di ruang lingkup masyarakat.

Inses merupakan bagian dari kejahatan seksual yang telah diatur secara spesifik dalam Pasal 294 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Didalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasan yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaan dianya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pengaturan sanksi dari delik inses selain di KUHP, untuk korban anak di bawah umur juga diatur secara khusus didalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yakni di dalam 81 Ayat (3) ditambahkan sanksi yang berlaku atas kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang dijelaskan bahwa dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, Pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari anacaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *